Ipad vs Me

Aku kembali lagi ingin beli sesuatu. Sesuatu yang sekiranya belum terbukti benar dibutuhkan saat-saat ini atau dikemudian hari.

Aku ingin beli Ipad.

Iyah aku ingin beli Ipad dengan segala kecanggihan yang tidak dimiliki gadget macam smartphone atau tablet biasa. Walaupun jujur kukatakan penggunaan yang bakalan sering digunakan berkisar hanya untuk membaca dan menonton. Aku mengerti tablet biasapun sebenarnya sudah cukup mumpuni untuk aktivitas itu. Namun bagiku tidak sesederhana itu, dari sudut pemikiran yang paling lain, penampilan juga perlu diperhitungkan, begitupun build quality dan tentunya experience yang ditawarkan. Karena selama ini aku memakai produk Apple untuk aktivitas mobile dan merasa sangat nyaman dengan itu, maka untuk urusan tablet aku lebih prefer ke Ipad dibandingkan merk tablet android berkelas manapun.

Karena aktivitas yang sering kulakukan digadget adalah membaca dan menonton maka sepertinya tidak perlu beli Ipad baru dengan harga yang fresh, beli Ipad second saja sudah cukup dan tentunya harganya yang lebih murah. Pastinya.

Namun pikiranku bergejolak karena bingung, buat apa beli Ipad? kan sudah ada Iphone dan laptop yang sudah mumpuni untuk menemani aktivitas membaca dan menonton. Disisi lain pikiran, ada pertentangan yang muncul: kalau dihitung-hitung dis kamu bisa menghemat kedepan dalam membaca banyak buku, contoh nih dengan budget 1juta kamu hanya bisa buat beli 10-15 buku fisik, nah kalau via digital (dalam hal ini Ipad) kamu bisa beli 20-25 buku digital, belum lagi kalau kamu sewa atau pinjem diperpustakan online bisa kali ratusan buku diembat dengan hanya sedikit modal. Bayangkin dis, bayangin!. Memang sih membaca via Iphone dan laptop bisa, cuman experiencenya beda dong?. Kalo pake Ipad atau semacam tablet pasti lebih kerasa karena ukuran layarnya sama dengan ukuran buku yang biasa dibaca. Duh gak pingin gitu punya Ipad, mumpung masih muda dan belum berkeluarga. Ingat ketika berkeluarga nanti berapapun rupiah yang dikeluarkan pasti bakalan rumit!. Udahlah sikat!. Kira-kira begitu.

Secara fakta aku tahu aku belum butuh Ipad karena memang Iphone dan laptop sudah cukup bagiku untuk melakukan aktivitas membaca (secara digital) dan menonton. Namun yang namanya darah muda, keinginan selalu jadi benalu yang menggiring tanpa alasan.

Akhirnya aku mencoba mencari-cari produk Ipad di beberapa marketplace via browser dengan dalih lihat-lihat aja dulu, kalau ada yang murah dan bagus, beli. Kalo enggak cocok dan mahal yah enggak beli. Kan gak ada ruginya toh?.

——————-

Scrolling dan scrolling, membandingkan harga satu dengan yang lain, membandingkan kualitas satu dengan yang lain. Tentu sebagai yang bukan ahli dibidang perteknologian gadget sembari mencari barangnya juga mencari info terkait Ipad mana yang sesuai dengan budgetku saat ini. Namun berkualitas.

Akhirnya aku menemukan yang cocok namun setelah kutelaah lebih dalam chipset yang digunakan sudah zadul alhasil tidak bisa diupgrade ke iOS versi paling anyar atau setidaknya mendekati paling anyar, ini penting tentunya karena beberapa aplikasi Appstore bakalan enggak bisa berjalan kalau memakai iOS versi lama. Akhirnya scrolling scrolling lagi dan menemukan yang sekiranya cocok dari segi iOS dan harga tentunya, namun ada cacat dibagian fisik serta Icloud yang terkunci. Duh gak bisa lagi, karena Icloud itu penting kalau icloud terkunci maka ketika aku membelinya pasti bakalan tidak bisa login pake icloud sendiri dan alhasil aktivitas persincronan data tidak bisa terjadi.

Aku terus mencari dan mencari lagi. Sepanjang aku mencari dan nemu, sepanjang itu pula aku beralasan. Ada saja dalih yang kukeluarkan seperti iOSnya gak bisa update lebih tinggi, fisiknya sudah boncel-boncel, Icloudnya terkunci, touchscreennya retak sedikit, harganya sedikit lebih mahal dan banyak lainnya. Setelah sepertinya tak nemu aku berhenti untuk mencari.

Namun besok atau beberapa hari kemudian terpicu untuk mencoba-coba kembali mencari Ipad. Kali saja kan ada yang cocok?. Dari pencarian panjang akhirnya lagi-lagi aku tidak menemukan yang cocok dan berhenti untuk mencari kembali.

Kalau terus-terusan gini jadi buang-buang waktu aja gak sih?. Kalau beli-beli, kalau enggak-enggak. Memang manusia itu suka bikin rumit sendiri.

—————–

Pikiranku berkelana ditengah garis, mengawang tanpa tujuan yang jelas, tidak tetap. Menurutku karena pengalaman terdahulu pernah beli barang dengan alasan yang kurang lebih sama namun tidak digunakan secara maksimal, aku jadi takut untuk membeli barang berdasarkan keinginan karena bisa jadi akan berakhir sama: tidak digunakan secara maksimal. Aku tidak ingin jadi mubazir lagi aja tentunya.

Pikiranku menjebak diriku sendiri. Mungkin karena itu aku banyak berdalih ketika menemukan Ipad yang sekiranya sudah sesuai. Aku hanya bernafsu menemukan, namun pada akhirnya tidak berani memutuskan (membeli).

—————-

Daripada merugikan diri sendiri perihal membuang waktu yang sia-sia dengan hanya melihat Ipad namun tidak dibeli, akhirnya aku memutuskan tidak jadi membeli Ipad apapun bentuknya, berdasarkan segi kebutuhan dan segi keinginan. Maybe keinginan ini hanya bersifat sementara.

Walaupun aku tahu beberapa hari kedepan barangkali aku berdalih kembali, bahwa Ipad tampaknya cukup menggiurkan untuk dibeli. Tapi aku ingin menahan bagaimanapun bentuknya, karena memang untuk saat ini belum butuh-butuh amat.

Nanti ketika pendapatan sudah turah-turah dan aktivitas membaca khususnya menjadi amat tinggi, bisa kupikirkan untuk membeli Ipad kembali. Namun bedanya tidak berdasarkan pertimbangan, melainkan langsung beli, berapapun harganya. Karena diri sudah yakin dalam memutuskan.

–Adisriyadi

*Glosarium

  • turah-turah = berlebih

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s