Soal Membaca
Aku tidak suka membaca tulisan panjang. Melelahkan. Membacanya membuatku sering merasa bosan. Kecuali memang isinya relevan dan hidup. Dan bukannya malah dipaksa mikir yang njelimet-njelimet. Seharian bekerja dikantor sudah membuat isi kepala penat akan banyak hal diotak, jangan ditambah-tambahin lagi deh.
Dasar lemah kamu di!?
Bukannya begitu. Membaca kan urusan si pembaca. Tujuan tiap pembaca tidak selalu sama. Tergantung selera saja. Bagiku tiap pembaca mempunyai motif yang berbeda-beda. Beberapanya kadang membaca agar tahu sesuatu, kadang membaca agar tahu update informasi terkini atau kadang membaca sebagai bentuk relaksasi diri untuk melepas kepenatan seharian.
Yang aku maksud diparagraf awal berlaku untuk bacaan sebagai bentuk relaksasi diri untuk melepas kepenatan. Salah satu bacaanku yaitu membaca blog dengan tulisan sederhana yang mempunyai sedikit pesan yang bisa dihayati saat itu juga. Biasanya hanya 1 pesan saja. Kalau banyak malah tidak sederhana namanya.
Kalau diibaratkan bacaan seperti itu seperti teh dengan sedikit gula; kopi dengan sedikit gula atau tanpa gula; atau wedang jahe anget satu cangkir penuh. Soft & Light. Disruput pelan-pelan tahu tahu abis aja.
Masalah selera sih yah
Namun hal tersebut sering membuatku menggeneralisasikan bahwa semua tulisan yang panjang itu menjemukkan. Padahal kalau dibaca secara seksama menyenangkan juga. Seringnya tulisan yang “terlihat” panjang aku lewati dan memprioritaskan untuk memilih tulisan-tulisan yang pendek serta sederhana saja. Kalau sudah habis membaca tulisan-tulisan pendek nan sederhana baru melirik bacaan lainnya, maybe yang tulisannya panjang.
Haha, lagi-lagi masalah selera bukan? 😁
***
Soal Menonton
Bukan cuman membaca sih. Aku juga suka menonton series atau film untuk melepas kepenatan seharian. Salah satu series yang sering kutonton dulu ketika masih langganan Netflix berjudul Midnight Dinner: Tokyo Series. Bercerita tentang kedai makanan kecil di Tokyo yang hanya buka ditengah malam sampai jam 7 pagi. Tokoh sentral dalam setiap episode adalah master, si pemilik kedai sekaligus merangkap sebagai chef satu-satunya. Namun ceritanya bukan soal si master melainkan pengunjung kedai tersebut.
Setiap episode memiliki ragam cerita yang berbeda-beda. Alur dan konflik yang ditampilkan ringan serta sederhana yang membuatku mudah mencernanya. Dan yang paling kusuka adalah ending dari setiap episode yang selalu realistis. Kadang tokoh yang diceritakan berhasil, kadang gagal, kadang hambar (biasa-biasa saja). Yah seperti kehidupan nyata saja dan bukan seperti cerita-cerita pada umumnya yang seringnya tokoh utama berhasil melewati rintangan dan hidup bahagia.
Tonton deh trailernya dulu, maybe kamu suka :).
***
Soal Buku
Kadang aku bingung sendiri ketika melihat seseorang mereview sebuah buku dan katanya menyenangkan membaca buku itu, namun ketika aku membacanya, gak gitu-gitu amat. Malah kadang bingung sendiri memahami buku yang sedang dibaca itu. Ada gak sih yang kadang begitu?. Apa memang akunya sendiri yang mempunyai tingkat pemahaman yang cetek haha. Enggak apa-apa juga sih kalo iya 😅.
Membaca Supernovanya Dee Lestari aja udah kalang kabut gak mudeng dan berakhir bosan. Iya sih terakhir aku membacanya pas jaman awal-awal kuliah. Enggak tahu kalau sekarang yak. Maybe tingkat pemahamanku bertambah, walaupun beberapa cm 🙂 wk. Soalnya bingung juga, karena beberapa karya beliau yang difilmkan aku suka banget seperti Perahu Kertas dan Filosopi kopi. Mungkin bukan aku saja, tapi banyak orang yang suka. Bagiku film yang diadaptasi tersebut light dan soft untuk dicerna.
Kalau soal buku, ada beberapa buku yang suka kubaca ketika pikiran sudah penat akan banyak hal. Bacaannya biasanya berkisar tentang cerita kehidupan sehari-hari seperti:
- Bertumbuh karya Satria Maulana, Kurniawan Gunadi, Iqbal Hariadi, Mutia Prawitasari, Novie Ocktaviane Mufti (penulisnya banyak yak. Karena ini kumpulan tulisan-tulisan mereka yang dijadiin 1 buku)
- Buku-bukunya bang Raditya Dika. Bukunya bergenre komedi sih, cuman mudah dicerna seperti Kambing Jantan, Babi Ngesot, Radikus Makankakus dan lain-lainnya (ku udah baca sejak dari jaman SMA sih).
- Buku-buku Chicken Soup for the Soul karya Jack Canfield (Pasti tahu lah yah hehe)
- Totto-Chan: Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi
***
Soal Berat
Apakah aku tidak suka bacaan atau tontonan yang kompleks dan mempunyai materi yang berat?. Tentu suka jika konteksnya lain. Tergantung dari tujuan membaca atau menontonnya kan. Untuk urusan relaksasi dari kepenatan, bacaan atau tontonan yang ringan dan sederhana adalah jawaban yang ingin kucari.
Namun aku pikir, jika masih ada yang mudah dicerna buat apa merepotkan diri sendiri. Aku ingat kata dosenku dulu kepada kami yang sedang menunjukkan tugas kelompok membuat sebuah iklan video. Kami sudah yakin benar iklan yang dibuat akan dipuji. Namun bukan pujian yang diraih, malah komentar pedas yang didapat.
“apa-apaan ini!. Isinya terlalu kompleks, buat apa ada elemen ini, buat apa ada elemen itu. Gak penting. fokus sama pesan yang ingin diraih. Kalo iklan ini tayang juga gak bakal ngaruh ke penonton. Ingat jadikan yang rumit menjadi sederhana, jadikan yang kompleks menjadi 1 lapisan saja. Make it simply, jadikan sederhana agar mudah dicerna”.
Aku masih ingat kata-kata beliau dulu. Walaupun tentu tidak plek 100% mirip, namun benang merahnya seperti itu.
Sukanya yang sederhana, light dan soft
–Adisriyadi
Hallo, salam kenal. Aku juga dulu suka baca chicken soup for the soul.
Terkait, Toto chan …. Aku pikir itu buku anak lho he he he. Kemarin aku lihat dipajang di ols buku second langganan aku. Karena aku pikir buku anak, jadi tidak terlalu aku perhatikan.
LikeLike
Halo salam kenal juga Sondang ato mbak sondang?. Aku selalu bingung terkait panggilan hehe,
Wah bacaan waktu SMA dulu, banyak banget versinya chicken for the soup
Totto Chan sama halnya menginspirasi. Sampai2 dua teman saya kado dengan buku tersebut.
🙂
LikeLiked by 1 person