Berusaha

Aku pernah menggebu untuk menjadi pengusaha kala masih dibangku kuliah. “Mencerahami” 2 kakakku yang bekerja di perusahaan untuk segera beralih menjadi pengusaha. Karena keuntungannya lebih banyak dari segi profit dan waktu kerja lebih bebas serta fleksibel. Namun bukannya saranku didengar malah aku diabai atau disentak karena dianggap sok tahu.

Ya kalau kupikir sekarang “Menceramahi” orang yang lebih tua itu adalah ide yang buruk dan memang sok tahu. Apalagi pandanganku yang dangkal tentang pelaku usaha dan karyawan seperti apa tempo dulu. Tentu dua duanya mempunya plus minusnya masing-masing.

Waktu kuliah dulu sempat membuat peta kehidupan terkait menjadi pengusaha. Pada tahun sekian seperti ini keadaannya, tahun sekian begitu, tahun kesekian sudah punya ini. Hal tersebut kulakukan berdasarkan “petuah” coach kelas bisnis berbasis NLP dulu.

Sungguh begitu yakin aku ingin menjadi pengusaha dan sudah menolak mentah-mentah untuk menjadi karyawan. Banyak hal yang membuatku enggan menjadi karyawan seperti; gaji yang bersifat flat, waktu yang dibatasi; terkungkung pada sekat kubikel; dan pertanyaan paling krusial: kapan kayanya?. Dari itu aku sudah mendeklarasikan: Enakkan usaha dah, mereka punya banyak uang dan punya banyak waktu pula.

Aku masih ingat detailnya waktu itu. Begitu semangat dan yakin!.

Namun,

Ternyata waktu membelalakan keadaan yang sebenarnya. Sekarang bukannya aku menjadi pengusaha sukses seperti apa yang aku petakan dalam sebuah kertas besar berukuran 700cmx700cm didalam ruangan khusus dirumah, aku malah menjadi karyawan.

Sekali lagi kukatakan bukannya menjadi karyawan adalah pekerjaan rendahan, namun ini adalah permasalahanku saja. Aku seperti lupa akan ikrar diri waktu kuliah: menolak mentah-mentah menjadi karyawan dan fokus ke usaha.

It’s bulshit. Right?

Dan lebih ironisnya lagi. 2 kakakku yang dulu aku “ceramahi” beberapa tahun belakangan ini sudah membuka usaha alias bisa dikatakan sebagai pengusaha. Yang satu membuka toko peralatan listrik dan yang kedua membuka toko bahan pangan. Mereka sudah hengkang dari dunia korporasi dan sekarang fokus mereka berganti: menjadi pengusaha

Aku mungkin hebat dalam hal teori bagaimana menjadi seorang pengusaha, tentu berdasarkan dari ilmu yang kudapat dulu (entah pelatihan atau buku). Namun dalam prakteknya sama sekali berkebalikan. 2 Kakakku yang mungkin gagap dalam hal teori namun prakteknya begitu nyata. Promosi mungkin itu-itu aja, ngasih diskon yah itu aja, ngasih THR ke pembeli pas menjelang lebaran, yah begitu aja. Namun mereka melakukan aksi itu dengan fakta, sedangkan aku masih bersifat fiktif (khayalan).

Dan kabar baiknya, 2 kakakku tersebut makin berkembang dalam hal membuka usaha dan makin gigih belajar bagaimana mengembangkan bisnis mereka masing-masing.

*

Baru baru ini juga kakakku yang lain lagi (yang berplat sebagai ibu rumah tangga) mulai merintis berjualan jajanan didepan rumah. Bermodal meja modifikasi, kompor, penggorengan, tremos, blender, buah-buahan, jajanan yang bisa digoreng, minuman sachet dan lain sebagainya sudah bisa buat cari nafkah untuk bantu keuangan keluarga.

Dan faktanya kakakku tersebut minim teori. Dan hanya bermodal “mulai aja jualan”.

Merasa malu sekali pada diri. Dulu yang begitu menggebu gebu sekarang malah ragu untuk menyahut buka usaha. Ya aku tahu alibiku dulu adalah memanfaatkan gelar dan ilmu yang dipelajari dibangku sekolah dan kuliah. Nanti ketika sudah punya modal cukup dari “berkaryawan” secepatnya keluar dan buka usaha sendiri.

Dan itu kapan?. Aku juga bingung menjawabnya kapan.

Terakhir kukatakan: menjadi pengusaha dan karyawan sama-sama mulianya.

Situasi kedepan siapa yang tahu. Sekarang berniat apa nanti bisa berniat apa. Manusia selalu dinamis dalam berfikir

Terima kasih telah membaca

–Adisriyadi

2 thoughts on “Berusaha

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s